Bab 2 --- Part 3
sie tak pernah mempermisikan orang perempuan masuk kedalam kuil dan juga tak pernah mempermisikan masuknya orang yang membawa senjata."

Ia bicara dengan suara sombong, tanpa melirik kepada si nona.

Kwee Siang jadi mendongkol. "Tapi mengapa kalian sendiri membawa senjata?" tanyanya. "Bukankah dalam kantong dicelana, berisi senjata ?"

"Bagaimana kau bisa dibandingkan dengan kami," kata simuka pucat dengan suara tawar.

"Sombong sungguh! Siapa sebenarnya kalian?" tanya sinona dengan suara yang sama tawarnya. "Apa Koen loen Sam seng sudah bertempur dengan pendeta2 Siauw 1im sie?" "Bagaimana kesudahannya ?"

Mendengar kata2 Koen loen Sam sang," ketiga Orang itu jadi kaget bukan main dan paras muka mereka lantas saja berubah.

"Nona kecil," kata simuka merah.'"Bagaimana kau tahu hal Koen loen Sam seng ?'

"Tentu saja kutahu," jawabnya.

Mendadak simuka pucat maju setindak dan membentak: "She apa kau ? Siapa gurumu Ada urusan apa kau datang kesini ?'

"Bukan urusanmu," sinona balas membentak.

Simuka pucat yang sangat berangasan dan yang selama puluhan tahun selalu dihormati orang, lantas saja meluap darahnya. la segera mengangkat tangan untuk menggaplok si jelita yang dianggap sangat kurang ajar. Tapi sebelum tangannya melayang, tiba2 ia ingat kedudukannya yang sangat tinggi. la insyaf bahwa adalah sangat tidak pantas, jika sebagai seorang tua, ia menghina seorang muda, lebih2 seorang wanita. Mengingat begitu, ia mengurungkan niatnya untuk menggampar muka, tapi tangannya menyambar terus kepinggang sinona dan tiba2 pedang Kwee Siang bersama sarungnya sudah pindah tangan! Kecepatan orang tua itu, sungguh sukar dilukiskan.

Selama berkelana dalam dunia Kangouw kejadian getir itu belum pernah dialami oleh nona. Kepandaian yang dimilikinya memang belum cukup untuk malang melintang dengan leluasa. Akan tetapi, jago2 Rimba Persilatan sebagian besar tahu, bahwa ia adalah puteri Kwee Ceng, sedang pentolan2 dalam kalangan tersesat juga banyak sekali mengenalnya karena atas undangan Yo Ko, mereka pernah datang di Siang yang untuk memberi selamat panjang umur kepadanya. Maka itu semua orang berlaku sungkan terhadap si nona, jika tidak memandang muka Kwee Ceng, memandang Yo Ko. Di samping itu si nona mempunyai paras yang cantik dan adat yang polos terbuka. Ia tidak pernah bersikap sombong dan memandang siapapun juga sebagai sesama manusia. Bukan jarang ia mengajak buaya2 kecil minum arak ber-sama2. Dengan demikian, biarpun dunia Kang ouw penuh dengan duri dan bahaya, sebegitu jauh ia berkelana dengan tak kurang suatu apa. Belumm pernah ada

orang yang berani mengnina padanya.

Ia kemekmek waktu mendapat kenyataan bahwa pedangnya telah dirampas si tua. Ia angin coba merebut kembali, tapi ia tahu ke pandaiannya masih kalah terlalu jauh. Tapi kalau menyudahi saja, hatinya sangat penasaran.

Sementara itu, sambil megang pedang orang dalam tangan kirinya, si muka pucat berkata dengan suara dingin: "Aku akan menyimpan pedangmu ini untuk sementara waktu. Bahwa kau sudah berani berlaku begitu karang ajar terhadapku, adakah karena seorang tua dan gurumu kurang mengajarmu. Beritahukanlah, supaya mereka datang kepadaku untuk meminta pulang pedangmu ini. Dengan baik2 aku akan menasehati ayah ibu dan gurumu, supaya mereka lebih memperhatikan kau."

Paras muka si nona lantas saja berubah merah. Si tua seolah2 memandangnya sebagai bocah nakal yang kurang ajar. Dengan gusar, ia berkata dalam hatinya.

"Bagus! Kau mencaci aku seperti juga mencaci kakek, ayah dan ibuku. Apa benar kau punya kepandaian begitu tinggi sehingga kau begitu sombong?" Sesudah dapat menenteramkan hatinya yang bergoncang keras, sambil menahan amarah ia menanya, "siapa namamu ?"

Si muka pucat mengeluarkan suara di hidung. "Apa? Kau berani menanya siapa nama ku?" bentaknya. "Kau sungguh-sungguh tak tahu adat. Kau harus mengatakan begini, Bolehkah aku mendapat tahu, she dan nama Loo cianpwee yang mulia ?" Mengerti ?"

"Jangan rewel!" bentaknya. "Aku merdeka untuk menggunakan kata apapun juga. Berapa harganya pedang itu? Kau seorang tua, tapi tidak menghargai usiamu yang tua. Tak malu mencuri pedang orang! Sudahlah ! Aku tak mau pedang itu" Sambil berkata begitu, ia bertindak keluar dari pendopo.

Se-konyong2 satu bayangan berkelebat dan simuka merah menghadang didepannya. "Seorang gadis remaja tak boleh gampang marah," katanya saraya ber-senyum2.

"Kalau sudah menikah, apa kau boleh marah2 seperti anak kecil dihadapan mertua? Baiklah, sekarang aku memberitahukan kau. Dalam beberapa hari sesudah melalui

perjalanan berlaksa kami bertiga saudara seperguruan baru saja tiba di Tionggoan dari daerah See ek (daerah sebelum barat) . ..."

"Aku sudah tahu," memotong sinona sambil monyongkan mulutnya. Didaerah Tiong-goan memang tidak terdapat namamu bertiga.

Ketiga orang itu saling meagawasi.

"Nona, bolehkah aku mendapat tahu siapa gurumu ?" tanya si muka merah.

Sebenarnya Kwee Siang tak suka memberi tahu nama ayah dan ibunya, tapi sekarang, karena sudah jengkel, ia lantas saja menjawab: "Ayah she Kwee bernama Ceng. Sedang ibuku she Oey bernama Yong. Aku tak punya garu, hanya kedua orang tuaku yang menurun kan sedikit ilmu silat."

Ketiga kakek itu saling mengawasi. Saaat kemudian barulah simuka pucat berkata. "Kwee Ceng? Oey Yong? Dari partai mana mereka ? Murid siapa ?"

Dengan pertanyaan itu sinona jadi gusar. Nama kedua orang tuanya tersohor dikolong langit, jangankan orang2 dari Rimba Persilatan, sedangkan rakyat jelatapun mengenal Kwee Tay hiap, seorang pendekar yang telah bantu membela kota Siang-yang.

Tapi, melihat paras sungguh2 dari ketiga orang itu, Kwee Siang segera mendapat lain ingatan. "Koen-loen-san terletak didaerah barat dan terpisah jauh dari wilayah Tionggoan" pikirnya. "Ketiga orang lihai memiliki ilmu ilmu silat yang sangat tinggi, tapi ayah dan ibu belum pernah me-nyebut2 nama mereka. Maka itu, memang mungkin sekali, mereka belum pernah mendengar nama kedua orang tuaku." Mengingat begitu darahnya yang barusan sudah meluap, mereda kembali. "Aku sendiri she Kwee bernama Siang," katanya pula. "Siang adalah Siang dari Siang yang. Nah sesudah memperkenalkan diri, bolehkah menanya she dan nama kalian yang mulia ?"

Si muka merah tertawa hahahihi. "Bocah perkataanmu tepat sekaii, " katanya. "Dengan jawabanmu itu, kau menghormati orang yang lebih tua," Sambil menunjuk si muka kuning, ia berkata pula: "Itulah Tosoeko (kakak seperguruan yang paling tua) kami. Ia she Phoa bernama Thian Keng. Aku sendiri adalah Jie soe heng (kakak kedua),aku she Phoe, namaku Thian Loo" la menuding pada si muka pucat dan melanjutkan perkataannya. "Yang itu adalaa Sam soetee( adik ketiga), she Wie, bernama Thian Bong. Kau lihat! Kami bertiga saudara seperguruan masing2 mengambil huruf "Thian (Langit) untuk nama kami."

"Hm!" Kwee Sing mengeluarkan suara dihidung dan berdiam sejenak mengingat2 tiga nama itu. "Tapi apakah kalian sudah bertanding dengan pendeta2 Siauw lim se?

Kalau sudah, siapa yang lebih unggul?" tanyanya kemudian.

Si muka pucat Wie Thian Bong lantas saja menjadi gusar dan membentak dengan suara keras. "Eh, bagaimana kau tahu? Bahwa kami ingin menjajal ilmu dengan Siauwlim sie hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Bagaimana kau bisa tahu? Lekas bilang! " Seraya berteriak ia mendekati Kwee Siang dan menatap wajah si-nona dengan mata melotot.

Tentu saja Kwee Siang jadi dongkol. Jika mereka menanya baik2 mungkin sekali ia akan memberitahukan dengan segala senang hati. Tapi dengan cara yang kasar itu, ia lantas saja mengambil putusan untak menutup rahasia. "namamu bertiga sebenarnya kurang tepat. " katanya dengan suara tawar "Mengapa tak dirubah menjadi Thian Ok (Ok berarti jahat)?"

"Apa kau kata?" bentak Thian Bong.

"Kwee Siang menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku sungguh jarang lihat manusia yang begitu galak seperti kau" katanya dengan adem.

"Sesudah merampas barangku, kau masih bersikap begitu ganas. Bukankah kau seperti juga penitisan dari binatang jahat dilangit?"

Tiba2 tenggorokan Wie Thian Bong mengeluarkan suara aneh, se olah2 menggaungnya binatang buas dan dadanya lantas saja melembung keatas, sedang rambut dan alisnya bangun serentak.

"Samtee!" kata Phoei Thian Loo simuka merah dengan cepat. "Jangan kau naik darah."

Sanbil berkata begitu, ia menyeret tangan Kwee Siang kebelakangnya, sehingga badannya sendiri berada diantara kedau orang itu, Melihat hebatnya gerak gerik Wie Thian Bong sehingga jika ia turun tangan, pukulannya tentu hebat luarbiasa, hati si nona jadi keder juga.

Sementara itu, dengan tangannya Wie Thian Bong mencabut pedang Kwee Siang, sedang jariji tangan kirinya mementil badan pedang. "Cring!" pedang itu patah dua.

Kemudian ia memasukkan pedang buntung itu ke dalam sarungnya seraya berkata dengan suara mengejek: "Siapa yang kepingin senjata yang tak gunanya ini ?"

Bukan main kagetnya si nona. Biarpun kepandaian itu belum bisa menandingi Ian cia San thong (ilmu mementil) dari kakeknya tapi tenaga Lwee kang yang begitu dahsyat sungguh jarang terlihat dalam Rimba persilatan

Melihat perubahan pada paras muka si nona, Wie Thian Bong jadi bungah hatinya. Ia dongak dan tertawa ter-bahak2. Suara tertawa itu, yang disertai Lwee kang sangat menusuk kuping dan malahan menggoncangkan juga genteng2 di atas pendopo batu itu.

Se-konyong2, berbareng dengan suara gedbrakan, atap pendopo berlubang besar dan dari lubang itu jatuh serupa benda yang sangat besar.

Semua orang terkejut, terhitung Wie Thian Bong sendiri. Ia sama sekali tak pernah menduga, bahwa suara tertawanya biarpun di sertai Lwee kang bisa merusakkan atap pendopo batu.

Waktu orang tahu, benda apa yaag jatuh itu, rasa kaget jadi semakin besar. Ternyata yang rebah di lantai adalah seorang lelaki yang mengenakan baju putih dan kedua tangannya memeluk khim. Ia rebah disitu sambil meramkan kedua matanya, se-olah2 sedang tidur pulas.

Mendadak terdengar teriakan Kwee Siang "Aha ! Kau berada di sini ?"

Orang itu bukan lain dari pada si pria yg pandai memetik khim dan yaag telah di temui si nona pada beberapa hari berselangi.

Per-lahan2 orang ita membuka matanya. Begitu melihat Kwee Siang, ia melompat bangun seraya berkata. "Nona, aku cari kau kesegala tempat. Tak tahunya kau berada disini."

"Perlu apa kau cari aku?" tanyanya. "Aku lupa menanya she nona yang mulia dan nama yang besar," jawabnya.