Bab 1 --- Part 3
keadaannya mulai terjepit, karena semakin lama jumlah pengepung jadi semakin besar.

Sesudah bertempur beberapa puluh jurus, Kwee Siang hanya bisa membela diri, tanpa mampu menyerang pula. Sebenarnya dalam keadaannya yang terdesak, seperti itu para pendeta sebenarnya bisa segera merobohkannya. Akan tetapi, sebab Siauw lim sie mengutamakan belas kasihan, mereka merasa tak tega untuk melakukannya. Tujuhan mereka hanyalah untuk merebut senjata sinona dan kemudian mengusirnya dari sit san.

Tapi merebut pedang bukan pekerjaan mudah dan sesudah lewat lagi puluhan jurus, Kwee Siang masih dapat mempertahankan senjatanya. Semakin lama para pendeta itu jadi semakin heran. Mereka merasa pasti, bahwa gadis kecil ita adalah puteri atau murid seorang ahli silat kenamaan dan oleh karena nya, mereka lebih2 tidak berani melukakan nya, sebab hal itu bisa berbuntut panjang.

Maka itu, sambil mengepung, salah seorang buru2 pergi kekuil dan melaporkan kepada Boe sek Siansoe, pemimpin Loo han tong.

Tak lama kemudian, seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung kurus mendekati gelanggang pertempuran dan lalu menonton sambil tersenyum. Dua orang pendeta segera melompat keluar dari gelanggang dan bicara bisik-bisik dengan pendeta tua itu.

Sementara itu, Kiam hoat sinona sudah kulihat.

"Hai! Kau semua benar-benar tak mangenal malu !" teriaknya.

"Kau orang mengugulkan Siauw lim sie sebagai pusat pelajaran ilmu silat, tapi tak tahunya, puluhan Toa hweeshio menarik keuntungan dengan jalan mengerubuti."

"Berhenti!" membentak sipendeta tua bukan lain dari pada Boe sek Siansoe, sambil bersenyum. Mendengar perintah itu dengan serentak semua pendeta melompat keluar dari gelanggang dan berdiri dipinggiran.

"Nona," menegur Boe sek dengan suara sabar.

"Bolehkah aku mendapat tahu she dan nama nona yang mulia. Siapa nama orang tuamu dan siapa gurumu ? Ada urusan apa nona datang berkunjung ke kuil kami ?"

"Hari ini aku sudah mengacau hebat dan jika diketahui ayah ibu dan Toakoko, mereka tentu akan mengomel," kata Kwee Siang dalam hatinya.

Memikir begitu, ia lantas saja mengeluarkan suara dihidung. "Tak mungkin aku memberitahukan namaku," jawabnya.

"Aku mendaki gunungmu karena ketarik dengan pemandangannya yang sangat indah dan sama sekali tidak mengandung maksud apapun juga. Tapi siapa nyana, Siauw lan-sie lebih angker dari pada keraton kaizar. Tak keruan-ruan, kau ingin merampas senjataku. Taysoe, aka ingin tanya. Apakah aku pernah menginjak pintu kuilmu?'

Ia berdiam sejenak sambil mengawasi Boe sek dan kemudian berkata pula. "Dulu, pada waktu Tat-Mo Couw soe menurunkan ilmu silat, kurasa tujuannya yang terutama adalah supaya para pendata memiliki tubuh yang kuat supaya dapat menjalankan tugas2 keagamaan se-baik2nya. Tapi ternyata semakin lama nama Sauw lim sie semakin terkenal, ilmu silatnya jadi semakin tinggi dan kebiasaan mengeroyoknyapun jadi semakin kesohor! Baiklah, Toa hweeshio, jika kau mau merebut juga senjataku, ambillah! Tapi, kecuali kau membinasakan aku, kejadian ini pasti akan diketahui oleh semua orang dalam rimba persilatan."

Mendengar perkataan sinona yang sangat tajam itu. Boe Sek tergugu. Untuk sejenak ia mengawasi si nona dengan mulut ternganga dan tak bisa mengeluarkan sepatah kata.

"Aku sendiri takut kejadian ini diketahui orang, tapi dia rupanya lebih takut lagi." kata Kwee Siang dalam hatinya. Memang juga puluhan pendeta mengerubuti seorang wanita bukan kejadian yang boleh dibuat bangga." Ia segera melontarkan pedangnya dan bertindak untuk turun gunung.

Boe sek maju setindak sambil mengebas dengan lengan dan pedang itu lantas saja tergulung lengan jubah. Seraya mencekal senjata itu yang bernoda darah dengan kedua tangannya ia berkata: "Jika nona enggan menjawab pertanyaanku, biarlah aku mengembalikan saja senjata ini dan dengan segala kehormatan aku mengantar nona turun dari gunung ini."

Kwee Siang tertawa. "Toa-hweeshio adalah seorang yang mengerti urusan dan boleh di buat contoh oleh pendeta2 disini." ia memuji sambil mengulur tangan untuk menyambuti. Tapi begitu lekas jerijinya menyentuh gagang pedang, ia terkesiap.

Ternyata, dari telapakan tangan Boe-sek keluar semacam tenaga menyedot sehingga pedang itu tak dapat diangkat. Tiga kali Kwee Siang mengempos semangat dan mengerahkan Lwekang, tapi ia belum juga bisa berhasil.

"Eh. Toahweesio, kau sengaja memperlihatkan kepandaianmu, ha?" tanyanya dengan mendongkol.

Mendadak, bagaikan kilat tangannya menyambar dan mengebut jalanan darah Thian-teng-hiat dan Kie-koet-hiat di leher Boe-sek, yang jadi kaget bukan main dan buru2 melompat kebelakang.

Pada detik ia terkejut dan Lweekangnya jadi agak kendor, si nona membetot dan berhasil merebut pulang senjatanya.

"Sungguh indah Lan hoa Hoed hiat Chioe (Ilmu Bunga anggrek mengebut jalanan darah )!" memuji Boe sek. "Nona, masih pernah apakah kau dengan majikan pulau Tho hoa?"

"Majikan pulau Tho hoa?" ia menegas seraya tertawa "Dia dikenal sebagai Loo-tong sia ( si Sesat Tua dari Timur )."

Tong sia Oey Yok Soe, pemilik Tho hoa, adalah kakek Kwee Siang. Orang tua yang adat nya aneh sering memanggil cucu perempuan nya sebagai "Siauw-tong-sia" yang lalu membalas dengan menggunakan istilah "Loo-tong-sia". Sebaliknya dari jengkel, sang kakek jadi girang dan menerima baik panggilan si cucu nakal. begitu mendengar jawaban Kwee Siang, Boe-sek sendiri segera menarik ke simpulan bahwa sinona tak punya hubungan rapat dengan orang tua itu. Jika masih tersangkut keluarga, ia tentu tak akan mengeluarkan kata-kata yang agak kurang ajar.

Memikir begitu, hati Boe-sek jadi lebih lega.

Diwaktu masih muda, Boe-sek Siang-soe pernah menjagoi di kalangan Rimba Hijau. Maka itu, biarpun ia sudah menjadi orang beribadat puluhan tahun lamanya, sifat-sifat Jagoannya masih belum hilang. Semakin Kwee Siang menolak untuk memberitahukan nama gurunya dan asal-usulnya, semakin besar hasratnya untuk menyelidiki. la tertawa ter bahak-bahak seraya berkata. "Nona kecil mari kita main-main sedikit untuk menjajal mata si pendeta tua. Coba kita lihat, apakah dalam sepuluh jurus, aku bisa atau tidak menerka asal usul ilmu silatmu ?"

"Bagaimana jika kau tak mampu ?" tanya si nona.

Boe-sek kembali tertawa terbahak-bahak. "Jika kau bisa melayani aku dalam sepuluh jurus dan aku masih belum bisa menebak asal-usul ilmu silatmu, aku akan turut segala kemauanmu." jawabnya.

"Dengan Tay-soe itu dulu aku pernah bertemu muka dan sekarang aku ingin meminta apa-apa untuknya," kata Kwee siang sambil menunjuk Kak wan. "Kalau dalam sepuluh jurus kau masih belum bisa menebak siapa guruku aku minta kau suka meluluskan permohonanku untuk tidak menyukarkan Tay-soe itu lagi".

Boe-sek merasa sangat heran. Sepanjang pengetahuannya, selama sepuluh tahun mengurus kitab-kitab di Cong-keng-kok ( perpustakaan.) Kak wan belum pernah berhubungan dengan orang luar. Bagaimana ia bisa mangenal sinona? Maka itu, sambil mengawasi Kwee Siang dengan sorot mata tajam, ia berkata. "Kami belum pernah berniat untuk sengaja menyakitinya. Jika melanggar, setiap pendeta dalam kuil ini, tak perduli siapapun juga, diharuskan mendapat hukuman. Maka dari itu, adalah kurang tepat jika nona menggunakan istilah menyusahkan."

"Hm!" kata Kwee Siang seraya tertawa dingin. "Biar apapun yang dikatakan olehmu, kau tetap seorang yang pandai putar putar omongan."

Boe sek mengangkat kedua tangannya seraya berkata. "Baiklah. Aku luluskan permintaanmu ! Jika loohap kalah, biarlah aku mewakili Kak wan Soetee memikul tiga ribu seratus delapan pikul air. Nona kecil, hati2 aku akan segera menyerang."

Diam2 Kwee Siang menentukan siasat.

"Pendeta ini pasti memiliki kepandaian tinggi dan jika dibiarkan ia menyerang lebih dulu, aku mesti mengeluarkan ilmu silat ayah dan ibu untuk membela diri." pikirnya. "Paling benar aku mendului dan mengirim sepuluh serangan aneh beruntun-runtun."

Boe sek habis mengucapkan perkataannya Kwee Siang segera menikam dengan pukulan Ban-cie cian-hong dari Lok eng Kiam hoat. Dengan pukulan itu, ujung pedang menggetar tak hentinya, sehingga musuh sukar menebak arah serangannya. Boe sek yang tahu lihaynya pukulan tersebut, tidak berani menyambut secara berhadapan dan buru2 melompat.

"Awas,sekarang kedua!" teriak si nona seraya memutar senjatanya dan lalu menikam dari bawah keatas dengan tipu Thin sin to hian (Malaikat langit jungkir balik) dari Coan cia Kiam boat.

"Thin sin to hian!" seru Bee sek.

"Belum tentu benar," kata si nona sambil me nyengir.

Begitu mengegos, Boe sek membalik tangan kanannya dan lima jerijinya yang dipentang menyambar kearah muka Kwee Siang. Sinona terkejut karena ia sama sekali tak menduga, bahwa pendeta itu bisa mengirim serangan membalas secara begitu cepat. Dalam keadaan terdesak, ia menggoyangkan pedangnya berapa kali dan menyambut dengan Ok kian lum Louw (Anjing jahat mencepat jalan) dari Tah kauw Pang hoat (ilmu tongkat memukul anjing).

Harus diketahui, bahwa diwaktu kecil, nona Kwee bersahabat rapat dengan mendiang Louw Yoe Kak, Pangcu dari Kaypang (Partai pengamis). Mereka sering makan minum ber sama2, bersenda gurau dan tempo2 atas desakan si nona , mereka berlatih. Meskipun dalam Kaypang terdapat peraturan, bahwa Tah kauw Pang hoat hanya boleh diturunkan kepada seorang pangcoe, tapi lama2 berkat pergaulannya dengan orangtua itu maka Kwee Siaug bisa berhasil untuk mencari beberapa pukulan dari ilmu silat tongkat yang luar biasa itu. Jika diingat, bahwa bekas pangcoe Oey Yong sekarang Yek lu Chi, adalah suami kakak perempuannya, maka sinona sebenarnya mempunyai kesempatan luas untuk melihat latihan-latihan Tah kauw Pang hoat. Maka itu walaupun tak mengerti intisari dari pada ilmu silat tersebut, dalam keadaan terjepit, ia masih bisa menggunakannya untuk menolong diri.

Boe sek kaget bukan main sebab pada saat lima jarinya hampir menyentuh pergelangan tangan si nona, mendadak sehelai sinar putih berkelebat dan pedang menyambar dari arah yang sebenarnya tak mungkin dilakukan, sehingga hampir-hampir jerijinya terbabat putus. Untung juga, pada detik terakhir ia masih keburu melompat ke belakang. Tapi meskipun begitu, tak urung lengan jubahya tergores ujung pedang dan menjadi robek. Paras muka Boe sek lantas saja berubah pucat dan keringat dingin mengucur dari dahinya.

Kwee Siang berbunga hatinya. "Taysoe apa kau tahu ilmu pedang apa itu?" tanyanya sambil menyengir.

Dalam dunia memang tidak terdapat Kim-hoat yang serupa itu. Sesudah mencuri Tah kauw Pang hoat, dengan otaknya yang sangat cerdas, si nona megubah pukulan Kiam hoat berdasarkan ilmu tongkat itu, sehingga dengan demikian, ia telah membuat seorang pendeta Siauw limsie yang berilmu tinggi, tak bisa menjawab pertanyaannya.

"Ha! Jika aku bisa menyerang lagi dengan beberapapu kulan Tah kauw Pang hoat, pendeta tua ini pasti akan dapat dirobohkan katanya didalam hati. "Sungguh sayang, aku hanya memiliki satu pukulan yang semengga-mengganya ini."

Sebelum sang lawan sempat bergerak, Kwee siang sudah mendului lagi dan menotol baberapa kali bagian bawah Boe sek dengan ujung pedang. Kali ini ia menyerang Leng po wie po (Leng po bertindak dengan ayunya), yaitu salah satu pukulan dari Giok lie Kiam hoat yang didapat dari Siauw Liong lie.

Sebagaimana diketahui, Giok lie Kiam hoat ilmu pedang gubahan Lim Tiauw Eng dan setiap pukulannya mempunyai gerakan Leng po wie go jadi lebih menyolok karena dilakukan oleh nona Kwee yang cantik dan ayu. Dengan perasaan kagum, para pendeta mengawasi serangan itu sambil menahan napas.

Harus diketahui, bahwa Tat mo Kiam boat, Lo han Kiam boat dan lain2 ilmu pedang dari Siauw lim sie mengutarakan "kekerasan", sedang Giok lie Kiam boat, yang jarang terlihat dalam Rimba Persilatan justru berbeda dengan silat Siauw lim pay. Begitu sinona meyerang dengan Leng-po we-po, seperti pendeta lainnya Boe sek pun mengawasi dengan rasa kagum dan heran. Seumur hidup, belum pernah ia menyaksikan ilmu pedang yang seindah itu dan cepat2 ia meloncat ke samping dengan harapan sinona akan mengulangi serangannya.

Dalam saat, Kwae Siang kembali mengubah cara bersilatnya. la sekarang berlari ketimur dan kebarat sambil membabat berulang dengan pedangnya. Thio Koen Po yang menonton dipinggir jalan mengawasi serangansi nona dengan mata membelalak dan tiba2 ia mengeluarkan teriakan : "Ah!" Ternyata, yang digunakan Kwee Siang adalah pukulan Soe tong Pat ta (Empat menembus Delapan meyampaikan), yaitu ilmu silat yang pada tiga tahun berselang telah diturunkan oleh Yo Ko kepada Koen Po. Waktu itu Kwee Siang kebetulan dapat melihatnya dan sekarang lalu menggunakan untuk menghadapi Boe sek.

Soe thong Pat-ta yang dulu diajar Yo Ko ialah Canghoat ilmu silat tangan kosong. Dengan mengubahnya menjadi Kiam hoat (ilmu pedang), pengaruh ilmu itu jadi banyak berkurang, sehingga jika dulu Thio Koen Po berhasil mengalahkan In Kek See, sekarang Kwee Siang tidak bisa berbuat banyak terhadap Boe sek.

Dengan be-runtun2 Kwee Siang sudah menyerang lima kali, tapi Boe sek masih juga belum bisa meraba asal usul ilmu silat sinona. Diwaktu muda ia malang melintang dalam dunia Kangouw dan, mempunyai pengalaman yang sangat luas. Semenjak mengetuai Lo-han tong pada belasen tahun berselang, ia telah menggunakan seluruh temponya untuk menyelidiki ilmu silat barbagai partai dau membandingkannya dengan ilmu Siauw lim-sie. Ia menggodok semua pengalamannya dan pendapatnya itu untuk menyempurnakan ilmu partainya. Maka itu, ia selalu percaya penuh bahwa dengan sekali melihat, ia sudah bisa tahu asal usul ilmu silat setiap ahli. Tapi di luar dugaan, hari ini ia "ketemu batunya".

Kakek, ayah-ibu paman2, kakak2 Kwee Siang rata2 adalah ahli2 silat nomor satu pada jaman itu. Dalam menghadapi serangan yang bermacam2 coraknya, kapandaian Boe-sek masih lebih dari cukup untuk membela diri. Tapi untuk mengetahui siapa guru sinona, ia masih belum bisa me-raba2.

"Jika aku membiarkan ia menyerang lebih dulu, jangankan dalam sepuluh jurus, sedangkan se ratus jurus sekalipun, belum tentu aku bisa menebak asal usul ilmu silatnya," pikir