BAB 1. JIK - LIAN - SIN - CIANG --- Part 4
mata, pohon di bawah tertampak menjadi kecil, dirinya sedang terbang di-awang2 waktu ia menengadah ternyata se-ekor burung besar mencengkeram baju punggungnya sedang terbang dengan pentang sayap yang lebar.

Semula hatinya amat takut, tak lama kemudian, ia merasa burung raksasa itu tidak bermaksud jahat. Tiba2 didengarnya gerungan keras di sebelah belakang, ia berpaling, tertampak harimau besar itu dicengkeram oleh seekor burung raksasa lainnya dan dibawa terbang juga, kakinya mencak2 sambil menggerung keras, cakar burung raksasa itu mencengkeram kuduk dan pangkal ekornya hingga tergantung ditengah udara.

Sekali kembangkan kedua sayap, burung raksasa di belakang itu terbang lebih tinggi memasuki awan, tiba2 cengkeraman kedua cakarnya dilepaskan, kontan harimau itu meluncur jatuh ke bawah dari ketinggian ratusan tombak dan akhirnya terbanting hancur lebur.

Melihat adegan yang mengerikan ini, seketika Bu Siu-bun berteriak kaget, teringat olehnya: "Kalau burung besar inipun melepaskan diriku, mustahil aku tidak akan hancur lebur ?" - karena takut cepat ia memeluk ujung kaki burung besar itu.

Se-konyong2 terdengar lengking suitan panjang di bawah, suaranya nyaring dan merdu, terang suitan dari mulut perempuan, Kedua ekor burung besar itu pelahan terbang turun, lalu meletakkan Bu Siu-bun di atas tanah, Gesit sekali Siu-bun melompat bangun, tertampak sekelilingnya pohon Liu melulu, bumi seperti ditabur bunga yang mekar beraneka warnanya, suatu tempat yang indah dan permai, Dari balik pohon sana berlenggang keluar seorang anak perempuan, sekilas ia melirik kepada Bu Siu-bun, lalu ia tepuk2 kedua paha burung besar tadi, katanya: "Tiau-ji elok, Tiau-ji bagus !"

Bu Siu-bun membatin: "Kiranya kedua burung ini bernama "Tiau-ji" (rajawali), dilihatnya kedua burung itu berdiri gagah dan angker, jauh lebih besar dan tinggi daripada anak perempuan itu.

Bu Siu-bun tidak paham berterima kasih segala, katanya sambil mendekat anak perempuan itu: "Apakah kedua ekor Tiau-ji ini peliharaanmu ?"

Anak perempuan itu mencibirkan bibir, sikapnya memandang hina, jengeknya: "Aku tidak kenal kau, tidak sudi bermain dengan kau !"

Bu Siu-bun tidak perduli akan sikap kasar orang, ia ulur tangan mengelus kaki burung besar itu. Anak perempuan itu mendadak bersiul ringan, sayap burung besar itu segera terpentang dan menyapu dengan ringan, kontan Bu Siu-bun tersabet jumpalitan dan terguling di tanah, lalu kedua ekor burung itu segera terbang rendah menubruk ke arah mayat harimau tadi dan mulai berpesta pora.

Cepat Bu Siu-bun melompat bangun dan mengawasi kedua rajawali itu, hatinya amat ketarik, katanya: "Sepasang burung ini amat bagus, mau dengar perintahmu, kalau pulang biar akupun minta ayah menangkapnya sepasang untukku !"

Anak perempuan itu mendengus: "Hm, memangnya ayahmu mampu menangkapnya ?"

Berulang-ulang menghadapi sikap yang kurang simpatik, barulah Bu Siu-bun sekarang sempat mengamati anak perempuan di hadapannya ini, tertampak orang mengenakan pakaian yang amat mewah, lehernya mengenakan kalung mutiara sebesar kelengkeng, kulit mukanya halus putih seperti air susu, biji matanya jeli, mulutnya kecil mungil

sepasang biji mata anak perempuan itupun sedang mengawasi seluruh badan Bu Siu-bun, tanyanya: "Siapa namamu ? Kenapa keluar bermain seorang diri, tidak takut digigit harimau ?"

"Aku bernama Bu Siu-bun, sedang menunggu ayahku, Dan siapa namamu ?"

Anak perempuan itu mencibirkan bibir, katanya: "Aku tidak bermain dengan anak liar !" -. lalu ia putar badan tinggal pergi.

Bu Siu-bun tertegun, "Aku bukan anak liar !" teriaknya sambil mengintil,

Melihat anak perempuan itu berusia dua-tiga tahun lebih muda, badan rendah kaki pendek, ia pikir untuk mengejar tentu tidak sukar, siapa tahu baru saja ia kembangkan Ginkang, bagai anak panah terlepas dari busurnya anak perempuan itu sudah lari tujuh-delapan tombak jauhnya, sehingga dirinya ketinggalan jauh di belakang,

Lari beberapa langkah pula mendadak anak perempuan itu berhenti katanya sambil berpaling: ""Hm, kau mampu mengejarku ?"

Sambil berlari Bu Siu-bun menyahut: "Tentu bisa !"